Cari Blog Ini

Rabu, 10 November 2010

Kisah Sang Aktivis Pemerhati Anjal




Ini kisah aktivis kampus yang perduli terhadap lingkungan sosial yang ada (Pemerhati nasib anjal) di ibu kota Jakarta. Saat ini Vivian masih duduk di semester 4 di salah satu perguruan tinggi swasta. Dia adalah salah satu kembang di kampusnya, selain dia memang berparas cantik dengan di topang tubuh yang proporsianal, dia terkenal cukup peduli dengan lingkungan sekitar. Jadi tidaklah hairan jika banyak Mahasiswa yang berharap ingin jadi orang yang selalu ada di sisinya. Tapi Vian mempunyai segudang alasan untuk menolak curahan perasaan dari banyak lelaki di kampusnya. Memang sejak bergabung dengan sebuah yayasan sosial yang bekerjasama dengan kampusnya Vian bersama rakan-rakannya Ratna, Kristin dan Teddy terlihat sedang sibuk mengajak anak-anak jalanan untuk belajar dengan mendirikan sekolah percuma. Sebuah bangunan yang sederhana mereka sewa sebagai basecamp. Walaupun dikatakan jauh dari kata layak tetapi mereka berjaya membuat beberapa Anjal tertarik untuk untuk mengikuti kegiatan yang mereka pelopori. Diantara mereka ada Tuti bocah umur 7 tahun yang belum pernah mengenal baca dan tulis, Retno, Yani, Muksin, dan Tina yang umurnya lebih tua sekitar 2 tahun bernasib kurang lebih sama dengan Tuti. Dan diantara mereka juga ada yang telah Remaja antaranya Noordin, Fajri dan Ulfah umur mereka lebih kurang 15-16 tahun. Mereka setiap pagi sampai siang hari selalu setia belajar bersama dan kadang-kadang bagi yang tidak sempat baru sore harinya sampai jam 7 petang mereka boleh belajar bersama. Keadaan seperti itu di lakoni setiap hari oleh Vivian rakan-rakannya dengan cara bergantian memberi pengajaran terhadap anak jalanan tersebut.
Siang itu giliran Vivian dan Kristin yang mengajar anak jalanan.Mereka tampak begitu semangat mendengar para Mahasiswi itu mengajar.
Saat itu Vivian bukan hanya terlihat sabar memberikan materi pelajaran Matematik yang di jadualkan hari itu. Tapi dia juga tampak mempesona dengan rok mininya yang mempamerkan keindahan kakinya yang putih dan panjang.

"Noordin .. kamu kenapa? "tegur Vian yang melihatnya tampak melamun dan kurang memperhatikan apa yang dia ajarkan.

Noordin yang disebut namanya akan sedar dari lamunannya dan terlihat gelagapan dan tak bisa menyembunyikan rasa kagetnya.

"Ya ... kak? Sahut Noordin dengan nada datar. "Cuba kamu maju dan jawab soalan nombor 5!!" Kata Vivian yang menyuruh Noordin mengerjakan soal perkalian yang ada di papan tulis itu. Noordin yang sejak tadi kurang memperhatikan pelajaran tampak bingung dan sedikit panik. Hal itu memang terlihat ketika dia hanya garuk-garuk kepala melihat soalan yang di tunjuk oleh Vivian tadi. Melihat Noordin yang celingukan dan tampak serba salah Vianpun mendekat,

"Ada apa dengan kamu Din ..?" Noordin yang ditanya agak bingung untuk menjawabnya."Kamu tadi ngelamun ya ... dan gak merhatiin apa yang kakak ajarkan ..!!" Vivian semakin mendekatkan wajahnya untuk meminta penjelasan dari Noordin.

Noordin semakin tidak selesa dibuatnya. Tapi di sela-sela kebingungannya, dia boleh mencium aroma tubuh Vian yang harum dan menggoda saat begitu dekat dengannya. "Maaf kak .." katanya ringkas tanpa memberikan penjelasan apapun pada Vivian. Pelajaran kembali di mulai saat suara Kristin memecah kegugupan Noordin yang kemudian dia di suruh kembali duduk, tapi ketika Noordin mahu kembali ke tempat duduknya, dia melihat sekilas terlihat Muksin begitu asik dengan coretan-coretan di buku tulisnya, yang membuatnya cukup penasaran.

Malam itu usai kegiatan yang menyibukkan mereka, Noordin, Fajri dan Muksin tampak sedang asik bersenda gurau di pos ronda yang biasa mereka buat untuk tempat mangkal. Di tempat yang tampak lusuh, dengan tiang-tiang kayu yang telah cukup rapuh mereka bertiga masih juga belum tidur. Fajri yang sejak tadi belum sedikitpun berehat selepas pelbagai kegiatannya mencari wang sekadar mengganjal perut kecilnya itu tampaknya sudah sangat ngantuk, hingga ketika punggungnya ia sandarkan ke sisi tiang pos ia mulai tak kuat untuk tidak memejamkan matanya.

"Tadi aku melihat kamu asik menulis di bukumu, memang apa yang kamu tulis Sin" tanya Noordin memuaskan rasa penasarannya pada Muksin,

Muksin yang di Tanya seperti di selidiki pura-pura tidak mendengar apa yang di katakan Noordin tadi.

"Hei ... kamu dengar gak sih, budek kamu ya?" Sergah Noordin lebih tegas lagi.

Dengan agak gugup Muksin menjawab soalan itu berusaha menyembunyikan sesuatu. "Aku cuma nyatet apa yang diajarkan tadi kok".

"Oh ... klo gitu aku pinjem catatan kamu dong" kata Noordin lagi seakan mahu memojokkan Muksin.

"Jangan ...!!!" Muksin menolak dan kelihatan tidak selesa akan sikap Noordin. Tapi hal itu rupanya percuma kerana Noordin berusaha merebut buku nota itu dari tangannya. Memang diantara mereka bertiga Noordinlah yang memiliki badan lebih besar. Jadi usaha apapun yang Muksin lakukan untuk mempertahankan bukunya itu akan percuma saja. Dengan tidak sabar Noordin melihat buku nota Muksin yang ketika itu telah ia pegang. Lembar demi lembar dengan penuh semangat ia buka, rupanya di dalam buku itu ada yang membuat Noordin begitu tertarik.

"Gila kamu Sin ... jadi kamu selama ini gambar kak Vian ya!!" Tiba-tiba Noordin nyeletuk masih dengan memperhatikan beberapa lukisan yang Muksin buat. Rahsianya yang selama ini ia tutup-tutupi kini telah terbongkar, roman muka Muksin yang sejak tadi biasa saja kini telah memerah menahan malu.

Gambar-gambar Muksin yang di perhatikan Noordin dengan penuh semangat dan mungkin boleh dikatakan dilihatnya dengan penuh ghairah, memang bukanlah gambar yang biasa-biasa saja di dalamnya terdapat gambar Vivian yang berpose cukup mencabar. Bahkan di antaranya sedang tidak menggunakan busana sama sekali. Noordin beberapa kali berdecak kagum akan hasil karya Muksin saat itu. Memang tidak menghairankan jika Muksin memiliki kemampuan gambar yang cukup baik. Itu di sebabkan kerana Muksin adalah putra dari seorang seniman kondang dibidang seni lukis di YOKYAKARTA. Kedua-dua orang tuanya meninggal akibat kemalangan, dan sejak saat itu dia di titipkan ke bibinya di Jakarta. Tapi kerana perlakuan bibinya yang sering bertindak kasar terhadapnya, akhirnya Muksin memutuskan untuk melarikan diri dari rumah bibinya itu. Mungkin peribahasa Buah jatuh tidah jauh dari pohonnya, itulah yang berlaku pada Muksin. Darah seni dari kedua-dua orang tuanyalah yang mengalir di darahnya sekarang.

"Kembalikan Din ... bukuku" pinta Muksin yang tampak mulai tidak senang akan sikap temannya itu.

Tapi Noordin bukan memberikannya kembali pada Muksin malah ia membangunkan Fajri yang telah mula terlelap.

"Bangun ... bangun" teriak Noordin. Fajri yang digoyang kedua kakinya tampak agak kaget dan bingung ketika Noordin menggoyang kakinya dengan keras. Dan dia lebih bingung lagi ketika Noordin menyodorkan sebuah buku yang dia tahu buku itu milik Muksin.

"Cuba lihat gambar Muksin" sambil ia menunjuk buku yang saat itu telah ada di genggaman Fajri.

Fajri akan membuka buku itu lembar demi lembar. Darah Fajripun seakan berdesir kencang ketika ia melihat beberapa gambar Vivian yang berpose menantang di dalamnya. Tanpa sedar Fajri yang sejak tadi mengantuk malah jadi bersemangat dan malah terangsang di buatnya. Dan malam itu merupakan malam yang panjang bagi ketiganya, dengan fantasi liar masing-masing.

******************************
Siang itu kelas yang saat itu tengah mengajar mata kuliah Bahasa Indonesia, terasa amat membosankan bagi Vivian dan begitu juga bagi Kristin, mereka malah membayangkan yayasan yang hampir 1 tahun ini mereka dirikan dengan dana patungan yang sebahagian mereka dapat dari yayasan dan sebahagian lagi sumbangan dari kampus .

"Lagi belajar apa ya anak-anak di sana dengan Teddy dan Ratna" kata Kristin dalam hati.

Pelajaran bahasa yang di ajarkan Pak Darto memang membuat hampir semua pelajar mengantuk. Mereka malah lebih suka melihat kepala Pak Darto yang botak licin yang tidak diumbuhi rambut sehelaipun dan membayangkannya seperti arena ski yang sangat mencabar. Tapi di samping itu memang Pak Darto orangnya kurang begitu peduli dengan beberapa mahasiswanya yang tidak memperhatikan mata pelajaran yang ia ajarkan, yang terpenting baginya adalah bahawa ia telah mengerjakan tugas dan menyelesaikannya itu saja.

****************************

Di tempat lain tepatnya di perempatan jalan di daerah Bintaro Noordin, Fajri dan Muksin terlihat dengan penuh semangat seperti merancang sesuatu, Fajri dan Muksin terlihat dengan penuh semangat akan apa saja yang dikatakan oleh Noordin.

"Aku telah mendapatkan ubat itu dari temanku yang kerja di apotik",

"Jadi sore ini kita laksanakan rencana itu" tanya Fajri yang tampak antusias mendengar penjelasan Noordin tadi

"Jadi nanti sore sebelum kita masuk kelas kita kempesin ban mobilnya" kata Noordin tampak dengan berapi-api, "Bagaimana dengan tugas kamu Faj" kata Noordin yang menanyakan kesediaan rencananya kepada Fajri.

"Beres Din ... aku dapat Kamera yang kita perlukan" jelas Fajri yang merespon pertanyaan Noordin dengan cepat.

"Bagus!" Kemudian mereka bertiga akan beranjak meninggalkan tempat itu yang kemudian telah kembali sunyi.

****************************
Sore hari itu jadual Vivian dan Kristin yang kembali akan mengajar, di halaman yayasan telah tampak sepeda motor Mio milik Kristin telah parkir di sana.
Dan tak ketinggal juga kereta Avanza berwarna perak milik Vivian pun telah terlihat. Itu menandakan bahawa mereka telah datang untuk mengajar pelajaran yang materinya telah mereka siapkan sebelumnya. Di kelas terbatas itu tampak beberapa anak telah dengan sabar mendengarkan apa yang di katakana oleh Vivian dan Kristin. Tapi di dalam kelas itu mereka belum melihat Noordin, dan Fajri sedang Muksin telah datang dan ada di kelas itu. Beberapa minit pelajaran telah berlangsung. Ketika itu tiba-tiba saja Noordin dan Fajri datang dengan pakaian yang penuh dengan peluh.

"Dari mana kamu Din, Faj .. kok terlambat?" Kata Kristin dengan penuh selidik.

Noordin dan Fajri yang di tanya dengan serentak menjawab "maaf kak ... tadi kami bantu tukang panggul di pasar, jadi kesininya agak terlambat".

Mendengar penjelasan itu Kristin dan Vivian mengangguk hampir bersamaan. Pelajaranpun dilanjutkan, Vivian dan Kristin bergantian memberikan penjelasan bahan matematik lanjutan terakhir dengan begitu sabar pada mereka. Beberapa tanya jawab mereka lontarkan untuk membuat suasana kelas agar lebih hidup. Dan beberapa kali Noordin dan Fajri pun jadi bahan ejekan dan bahan tertawaan dari teman lain kerana tidak boleh mengerjakan tugas yang diberikan kepadanya. Akhirnya kelas itu di tutup dengan do'a bersama yang di pimpin Kristin.Semua kanak-kanak akan beranjak dan bergegas pulang dengan tujuan ke tempat masing-masing.

"Vian aku pulang dulu ya ..! aku harus belikan buku LKS untuk adikku ke kedai buku "kata Kristin yang tampak terburu-buru untuk pamit pulang.

"Oh .. ya sebentar lagi aku juga pulang kok" jawab Vivian akan. masih dalam kelas itu,

Vivian mendengar deru motor Kristin yang tampak melaju menjauh dari yayasan, yang menandakan Kristin telah jauh dari lokasi tersebut.

Setelah membereskan semua peralatan dan alat tulis yang ada, Vivian akan beranjak menuju ke keretanya untuk pulang. Tapi mungkin hari itu adalah hari yang paling naas bagi Vivian, Dia sedar ban mobilnya kempes setelah ia mendapati jalan keretanya yang oleng dan terasa berat untuk melaju. Vivian akan mematikan enjin kereta dan turun menyemak ban mobilnya tersebut. Dan benar ternyata dugaannya itu. Vivian tampak bingung dan panik pada saat itu, ia tidak terbiasa mengganti ban mobil sendiri. Apalagi hari itu telah beranjak petang dan di sekitar situ tampak sepi tanpa ada seorang pun yang boleh membantunya, di tengah kebingungannya tiba-tiba saja Fajri dan Muksin datang menghampirinya.

"Loh ada apa kak ..?" Tanya Fajri tampak penasaran,

"Fajri .., Muksin ... Untung kamu masih belum pulang. Ban kak Vivi bocor ... tolong kakak ya ganti ban mobil ".

Fajri dan Muksin mengangguk serempak mendengar permintaan Vivian yang tampak begitu bingung dan dengan nada memelas. Tapi kejadian yang tidak Vivian duga sebelumnya, ketika dia asik memperhatikan Fajri dan Muksin yang mahu cuba menggantikan ban mobilnya, di saat itu pula sebuah tangan tiba-tiba membekapnya dengan sangat erat dari arah belakang. Vivian yang akan menyedari hal itu berinisiatif memberontak. Tangan orang yang menyekapnya itu akan berusaha ditepisnya. Tapi entah kenapa tubuhnya mulai tak bisa ia kendalikan, kesadarannyapun perlahan-lahan mulai menghilang seiring tubuhnya yang mulai limbung. Dengan sisa kesadarannya ia melihat tiga sosok yang selama ini dia kenal tengah mengelilingi tubuhnya.

******************************
Di dalam sebuah bilik di yayasan itu tubuh Vivian tampak tergolek lemas tak sedarkan diri, di sebuah pelamin kayu yang biasanya oleh anak jalanan digunakan untuk berehat,.

"Cepat ikat dia, sebelum ia sedar" perintah Noordin kepada Fajri dan Muksin. Tak berapa lama kemudian kedua-dua tangan Vivian telah terikat kuat dia kedua-dua sisi pelamin kayu itu. Sedang kedua kakinyapun telah terikat kuat yang hujung-hujung talinya di lewatkan di balik kolong pelamin sehingga terlihat kedua-dua kaki Vivian yang terbuka cukup lebar.Vivian yang memakai baju sutera terusan berwarna merah dengan assesoris sabuk lebar berwarna putih dan kasut yang berwarna putih pula, kelihatan sangat cantik dan sangat menggoda dimata ketiga anak yang telah terbakar nafsu itu. Untuk mendapatkan kesempatan seperti itu mungkin semua laki-laki di dunia ini rela akan membayar mahal untuk mendapatkan kenikmatan tubuh Vivian. Noordin yang merasa punya hak lebih dulu untuk menggauli tubuh Vivian mula merapatkan tubuhnya ke tubuh yang tergolek lemas itu. Tak berapa lama bibir mungil Vivian yang lembut, telah ia lumat dengan penuh nafsu, melihat hal itu Fajri dan Muksinpun mula bergerak. Tangan-tangan nakal Fajri mulai menggerayangi daerah payudara Vivian dan sesekali menciuminya. Sedang Muksin tengah nyaman berada pada tempatnya, ia telah merengsek masuk dan asik membenamkan diri di sela-sela selangkangan Vivian. Saat itu Vivian seperti piala bergilir bagi ketiganya. Perlahan-lahan Fajri mulai membuka kancing pakaian Vivian sehingga terlihat tonjolan putih yang tampak masih tertahan oleh Bra Putih yang dikenakannya. Sedang Noordin masih asik melumat bibir Vivian.

"Kak malam ini aku akan memberimu kepuasan yang belum pernah kamu rasakan" kata Noordin dalam hatinya dan yang telah mula memainkan lidahnya di dalam mulut Vivian.

Seakan tidak mau kalah dengan Noordin Fajri-pun telah berjaya melucutkan bra yang sejak tadi menjadi penghalang dari keindahan payudaranya. Dada sintal Vivian yang tampak masih kencang dan begitu putih. Menjadi korban dari hasrat Fajri selanjutnya. Perlahan-lahan kesedaran Vivian mulai pulih daripada pengaruh ubat bius yang dibekapkan kepadanya tadi.

Betapa terkejutnya ia begitu mendapati kenyataannya waktu itu. Dia mendapati tubuhnya yang hampir telanjang di kerubungi anak-anak didiknya yang tidak pernah ia sangka akan menjahatinya seperti ini. Vivian berusaha berontak dari perbuatan biadap mereka bertiga, Muksin yang bertubuh kecil dan sedang berada diantara selangkangannya di terjangnya dengan keras. Sampai-sampai Muksin hampir terpelanting ke bawah tanah. Mendapatkan perlawanan seperti itu Noordin akan mengikat mulut Vivian dengan kaos miliknya yang telah sejak tadi ia lepaskan. Vivian makin tak berdaya ketika kedua-dua tangannya telah di pegangi oleh Fajri dan Muksin yang masih merasakan rasa sakit di bahagian perutnya.Sedang Noordin telah menindih tubuhnya dengan penuh Hasrat.

"Percuma kak Vian melawan ... kakak sudah tidak bisa apa-apa?" Kata Noordin menyedarkan Vivian.

Dengan keadaan seperti itu memang tidak mungkin ia boleh meloloskan diri lagi. Kedua-dua tangan dan kakinya telah terbelenggu, ditambah lagi kedua tangannya yang di pegangi dengan erat oleh Fajri dan Muksin. Sejenak kemudian ia merasakan perasaan yang belum pernah ia rasakan, tubuhnya seakan tak bertulang lagi ketika dengan lahap Noordin memainkan punting teteknya. Jilatan dan gigitan-gigitan kecilnya seakan menggelitik dan membuat darahnya seakan dipam sangat cepat kearah ubun-ubunnya. Seakan tak ingin membuang masa dengan Tangkasnya Noordin meluruhkan baju yang sejak tadi masih belum di tanggalkan dari tubuh Vivian. Kini Noordin dengan jelas melihat keindahan secara langsung tubuh yang kemaren masih dalam fantasinya.

"Kenapa kamu tega melakukan ini pada kakak" dengan suara yang kurang jelas Vivian tampak bergumam.

Noordin yang telah tak begitu perduli lagi akan siapa Vivian semakin agresif. Dada Vivian yang tegak menantang di ramas-remasnya dengan kasar, menjilatnya dengan penuh semangat dan digigitinya sampai berbekas merah di atasnya. Fajri dan Muksin yang telah tahu bahawa kini Vivian telah tidak melawan lagi akan melepaskan kedua tangannya yang masih dalam belenggu. Fajri mulai melumat bibir Vivian yang terikat kaos Noordin. Sedang Muksin menggantikan kedudukan Noordin yang telah mula asik menjilati daerah vagina Vivian yang masih terbungkus di seluar dalamnya yang berwarna putih.

Mendapati serangan yang bertubi-tubi dari ketiga-tiga kanak-kanak itu, tangis Vivian mulai tak terbendung mendapatkan kenyataan pahit yang saat ini dia alami, tapi iapun takkan bisa membohongi dirinya sendiri bahawa ada perasaan nikmat di alaminya atas apa yang dilakukan ke 3 anak didiknya itu. Perasaan itu semakin tak tertahan ketika Noordin dengan aktif menjilati permukaan vaginanya yang masih terbungkus. Vivian mengejangkan tubuhnya ketika dorongan kenikmatan itu sudah tak bisa ia tahan lagi. Orgasme-nya itu telah membuat kain pembungkus vaginanya itu basah dan disertai bau hanyir yang aneh tepat berada di muka Noordin. Melihat hal itu Noordin tersenyum puas

"Bagaimana rasanya kak .. nikmat kan?" Tanyanya

mendapatkan pertanyaan itu Vivian tak bisa menjawabnya ia hanya menata nafasnya yang tersengal-sengal menahan kenikmatan yang baru saja ia dapatkan. Noordin tak sabar rasanya untuk segera menuntaskan hasratnya. Dengan sentakan keras kain penutup vagina Vivian telah robek dibuatnya. Kini Noordin melihat kedua-dua bukit kecil kemerah-merahan dengan bulu tipis di atasnya. Dengan tak sabar Noordin akan menyiapkan penisnya yang cukup besar dan mula diarahkan ke liang kenikmatan Vivian, dengan sedikit melebarkan kedua kaki Vivian dengan mantap Noordin menyondokkan penisnya ke liang vagina Vivian tapi begitu kuatnya pelindung selaput dara Vivian itu bertahan, yang menandakan bahawa ia memang masih perawan .

"Jangan Din ... tolong jangan lakukan ini pada kakak". Desah Vivian yang tampak lemah.

Noordin tak perduli semua ucapan Vivian lagi saat itu, tak mungkin ia menghentikan semua usahanya hanya sampai di situ. Dengan beberapa kali cuba akhirnya pukulan kerasnya berjaya merobek selaput dara Vivian yang sejak tadi kukuh melindunginya. Jerit kesakitan Vivian membelah bilik pengap dan semakin terasa panas bagi mereka berempat, di barengi dengan tompok darah segar yang berontak lewat di sela-sela vaginanya dan melekat di bahagian batang zakar Noordin yang masih masuk setengah. Noordin merasakan penisnya sangat ngilu di cengkeram erat oleh liang vagina gurunya yang masih rapat ketika itu.

Pelan namun pasti Noordin berusaha membenamkan seluruh batang penisnya ke dalam liang vagina Vivian. Beberapa kali Vivian terlihat menggigit bibirnya menahan perih di bahagian cipapnya. Dengan ilmu yang sering ditontonnya dari video Porno, Noordin seakan telah tahu apa yang harus diperbuatnya sekarang, diangkatnya kedua kaki Vivian ke atas dan di panggulkannya di kedua-dua bahunya. Sehingga saat ini kaki Vivian mengangkang lebar dan liang vaginanya semakin lebar terbuka. Beberapa saat kemudian Vivian tampak terhenyak ketika merasakan sebuah benda tumpul telah mengorek isi dari vaginanya yang sempit itu.Fajri yang semakin panas tak mau berdiam diri ia akan membuka kaos yang sejak tadi menutupi mulut dari Vivian. Penisnya yang sejak tadi telah mengeras di arahkan akan kemulut Vivian. Vivian berontak dan tidak mahu menuruti kemahuan Fajri. Tapi akibat dari penolakannya tamparanlah yang ia dapatkan dari remaja yang mau beranjak dewasa itu.Rasa sakit akibat tamparan Fajri tidak akan mahu dia rasakan untuk kedua kalinya.Walaupun dengan perasaan jijik dan ingin muntah, ia terpaksa memenuhi keinginan Fajri yang dengan tidak sabar memasukkan penisnya yang tak begitu besar kemulutnya. Sedang Muksin masih dengan lugunya menjilat dan memainkan puting Vivian. Sondokan demi sondokan dilakukan Noordin mula memberikan kenikmatan yang tak bisa ia bayangkan sebelumnya. Dengan bahasa tubuhnya Vivian mula menerima gerakan-gerakan yang Noordin lakukan bahkan terkadang dia mengimbanginya. Semakin cepat Noordin melakukan gerakan penisnya semakin siap vagina Vivian menyambutnya. kini perasaan itu mula semakin cepat menerjang batas-batas angan dan siap menerbangkannya dalam fantasi kenikmatan.

Noordinpun mengalami perasaan yang sama, dikala ia sudah tak sanggup menahan aliran deras yang entah dari mana datangnya. Seakan membuat ia bagai terbang kelangit tujuh membawa fantasi kenikmatan bersama Vivian.

"Kak aku sudah tidak kuat la ... a. Gii". Dan tak menunggu lama lagi dengan semakin cepatnya gerakan pinggul Noordin yang membenamkan penisnya ke dalam vagina Vivian, secara bersamaan pula Noordin dan Vivian mencapai kenikmatan itu, di tandai dengan melubernya noda-noda putih yang meleleh dari liang vagina Vivian. Vivian mengejang seakan-akan tak ingin membiarkan moment-moment itu pergi darinya. Noordin memeluk tubuh indah itu dengan erat dan sepertinya ia tak mau untuk melepaskan untuk selamanya.Tapi itu tidaklah berlangsung lama ia harus segera sedar, kerana Fajri sudah tak sabar menunggu gilirannya. Tubuh Vivian yang telah lemah seakan tak berdaya menolak perlakuan Fajri yang mulai meminta jatah gilirannya. Ia terlihat pasrah ketika tubuhnya mulai di sebalik membelakanginya. Dan kakinya yang panjang dilipat rapat ke kanan menjadi satu. Dan tak lama kemudian ia telah merasakan benda yang mulai akrab di dalam vaginanya mengobrak-abrik isi di dalamnya. Penis Fajri yang mengandungi saiz tidak sebesar punya Noordin dengan sangat lancar keluar masuk dari liang vagina Vivian yang telah becek, tapi semua itu tidak mengurangi rasa nikmat yang dirasakan oleh Fajri.

"Ouuh ... VAGINA mu nikmat sekali kak". Desah Fajri yang merasakan kenikmatan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.

Malam itu Vivian digilir oleh tiga kanak-kanak itu sekaligus berulang-ulang. sampai batas dia sudah tidak mampu lagi menjaga kesadarannya. Di sela-sela waktu menggilir tubuh Vivian mereka mulai mendokumentasikan aksi mereka dengan foto-foto syur mereka berempat.

Tiada ulasan: